Eksistensi Nilai Olahraga dalam Perspektif Islam
A.PENDAHULUAN
Peran olahraga dalam kehidupan manusia sangatlah penting, baik dalam pertumbuhan fisik maupun dalam perkembangan metal/ruhaninya. Kebutuhan akan olahraga bagi manusia menjadi sebuah keniscayaan, karena sejak manusia lahir bahkan masih dalam kandungan ibunya olahraga berkontribusi besar. Begitu pula pada saat anak-anak, remaja dewasa ataupun pada saat lansia, olahraga bak sebuah bengkel service dalam memelihara kendaraan seseorang.
Sebagaimana
manfaatnya, kehadirannya olahraga beriringan dengan hadirnya kehidupan
manusia ini. Tentu saja keberlakuannya juga sampai pada akhir kehidupan
dunia ini. Artinya bahwa olahraga tidak mengenal usia, zaman, pradaban,
negara, strata kehidupan, formal ataupun nonformal. Keseluruhanya
berjalan alami (Sunatulloh). Hal senada diungkapkan oleh Johan Huizinga
(Hyland:1985) bahwa keberlakuan olahraga tidak hanya terjadi kepada
masyarakat modern, tetapi bahkan terjadi kepada masyarakat yang bisa
dikatakan kuno dan primitif. Meskipun mudah untuk mengabaikan fakta ini,
walaupun sebagian besar olahraga berlangsung di tingkat informal.
Selain partisipasi aktual, kehadiran pada event olahraga di seluruh
negeri mungkin merupakan kebutuhan bagi banyak orang untuk menontonnya.
Sedemikian
besarnya peran olahraga dan partisipasi manusia terhadap olahraga,
tentu saja kita harus melihat dan menelaah manfaat dan nilai-nilai yang
terkandung dalam olahraga. Kajian fisiologi terhadap olahraga banyak
dibahas oleh para praktisi olahraga maupun praktisi kesehatan. Manfaat
olahraga bagi tubuh manusia berfungsi bukan hanya sebagai penyembuhan
secara kuratif, tetapi jauh lebih besar sebagai penyembuhan secara
preventif. Kajian psikologi peran olahraga untuk perkembangan mental
manusia menduduki peran yang strategis dalam keseimbangan dan
pembentukan karakter seseorang. Selain itu olahraga memiliki nilai-nilai
filosofi bagi kehidupan manusia dalam kehidupan sosial. Tentu saja
nilai-nilai olahraga itu tidak bisa dipandang sebelah mata dalam kontek
kemasyaraktan.
Mencermati
penjelasan di atas, tentunya olahraga sangat fleksibel dengan kehidupan
ini, apa lagi jika di kaitkan dengan kehidupan keagamaan. Tetu saja
sangat tidak mungkin olahraga bertentangan baik dalam kemanfaatanya
maupun nilai-nilai yang terkandung dalam olahraga. Kontroversi yang
terjadi, bukanlah persoalan nilai dan manfaatnya secara prinsip,
melainkan pada media yang dipakai oleh para pelaku olahraga seperti;
berbusana, tujuan individu dalam melakukan olahraga itu sendiri.
Sebagian contoh dikalangan masyarakat muslim masih menyisakan persoalan
olahraga yang dalam kaidah agama dipandang menyimpang dari ajaran Islam.
Nampaknya kita semua sepakat bahwa persoalan ini sebenarnya bukan pada
prinsip dan nilai olahraga itu sendiri, melainkan kepada pemaikan busana
bagi individunya. Kuatnya persoalan ini, di picu oleh adanya regulasi
dalam olahraga kompetitif yang mengharuskan berbusana yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip agama terutama Islam, karena di agama selain
islam hal ini bukan menjadi persoalan serius.
Sebagai
makhluk yang beragama tentu kita juga menghormati dan menghargai sikap
dan aturan yang diterapkan oleh suatu agama, apa lagi setiap agama
memberikan keleluasaan bagi setiap individu untuk memilih agamanya. Dan
sikap ini dilindungi oleh Undang-Undang kenegaran manapun.
B. PERSPEKTIF MASYARAKAT ISLAM TENTANG OLAHRAGAAjaran Islam yang menyeluruh dan komprehensif sehingga memenuhi dan mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, dari mulai tidur sampai mau tidur lagi, dari masuk rumah sampai membuat suatu negara, bahkan dari manusia sampai kembali kepada Tuhannya, baik yang disadari manusia maupun yang tidak disadarinya difasilitasi, berikan rambu, dan pandangan oleh Islam. Sungguh Islam adalah agama yang sempurna, sehingga mampu dan pasti menjawab setiap tantangan dan persoalan apaun yang ada di dunia ini. Apalagi olahraga yang nota bene bagian dari hidup dan kehidupan manusia.
Banyak keterangan tentang pokok-pokok ajaran Islam tentang olahraga. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Islam konsen terhadap olahraga. Ada Pandangan mengapa masyarakat Islam terbelakang dalam bidang olahraga?. Untuk menjawab permasalahan ini menurut saya adalah: keterbelakangan ini kalau di tinjau dari olahraga kompetitif dan sumber daya manusia mungkin “ya”. Namun jika dalam pengamalan (applied) mungkin umat islam lebih baik dari umat yang lainnya. Ketertinggalan juga tidak terlepas dari latar belakang sejarah mundurnya umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban modern. Dunia modern sedang dilanda krisis keseimbangan diberbagai sendi kehidupan, Abu Hanifah menilai bahwa ”kekacauan batin itu terjadi disebabkan oleh karena jasmani diberi makanan yang tidak sesuai porsinya (sekenyang-kenyangnya), sedangkan rohani dibiarkan selapar-laparnya”. Menurut mereka karena dunia modern lebih mementingkan jasmani serta menghiraukan rohani dan atau sebaliknya. Krisis tersebut melanda baik pada masyarakat muslim maupun non-muslim. Roger Garuady [Syahminan Zaini 1989:5] menyatakan bahwa : “ Eropa telah beralih sifat, dari kebodohan yang buas menjadi kebuasan yang pintar.
Pengaruh orientalis bangsa Barat dalam menghancurkan islam melalui faham sekuler berhasil membuat masyarakat muslim terjebak dalam paradigma yang keliru, yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, antara pengetahuan umum dengan pengetahuan agama. Padahal kalau kita telaah dan berfikir sejenak antara kehidupan dunia dan akhirat, atau antara pendidikan umum dan pendidikan agama, keduanya mempunyai ketergantungan dan tidak bisa dipisahkan. Karena kita tahu, untuk bisa ke akhirat tentu harus berada di dunia dulu, dan untuk mengetahui ilmu akhirat juga tentu didukung oleh ilmu dunia. Keduanya berjalan dengan seimbang dan bersamaan. Dalam Al-Quran juga yang sering umat Islam amalkan dalam doa seperti; ”Robbanaa aatina fiddunnya hasanah, wafil aahiroti hasanah, waqinaa adzaa bannaar” [ya Tuhan kami berikan kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan selamatkan kami dari adzab yang pedih.
Menurut konsepnya, masyarakat Islam adalah masyarakat yang dipolakan oleh syari’at (ajaran ) Allah yang lengkap, seimbang, utuh, fleksibel dan dapat mengimbangi tuntutan zaman. Pada saat-saat masyarakat Islam jaya, mereka tidak memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan modern, kebudayaan modern, tetapi keterpaduan secara utuh. Islam memandang orang yang berilmu derajatnya lebih tinggi (QS Al-Mujaadalah:11, QS Faathir :28), orang bodoh adalah orang sesat, bahkan lebih rendah dari binatang (QS, Al A’raf :179, Al-Anfal :22). Sehinnga dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Namun pada akhirnya terjadi akulturasi kebudayaan yang kurang selektif, sehingga mereka memasukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga tokoh-tokoh agama mengeluarkan fatwa “mengharamkan ilmu, terutama mempejari ilmu filsafat, karena fatwa inilah lantas berkembang faham anti ilmu dikalangan umat Islam. Masyarakat Islam dahulu banyak teracuni oleh fatwa-fatwa ulama yang mengharamkan olahraga.
Manusia adalah mahluk dua dimensi, terdiri dari jasmani dan rohani yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam membangun jasmani Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemimpin dan idola bagi umatnya memberikan contoh dalam hal menjaga kesehatan fisik, beliau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari melalui olahraga berkuda, memanah, berenang, berlari, dan aktivitas lainnya yang memenuhi standar olahraga.
Untuk membangun jasmani (fisik) ini, empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) membangun kekutannya, (2) membangun kesehatannya, (3) membangun keterampilannya , dan (4) membangun keindahannya.
Islam menghendaki agar umatnya mempunyai jasmani yang kuat, sebab jasmani yang kuat lebih disukai Allah dari pada jasmani yang lemah. Rasulullah bersabda.“ Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah dari pada orang mukmin yang lemah”. (H. R. Muslim). Tidak mungkin orang mukmin yang lemah fisiknya dapat melaksanakan tugas sebagai hamba Allah dengan sempurna.
Olahraga ini termasuk urusan dunia, akan tetapi olahraga penyokong utama untuk kehidupan akhirat, mengapa penulis katakan demikian?, coba kita telaah. Bagaimana kita bisa berhasil dengan kehidupan dunia yang prasyaratnya didunia dengan cara beribadah secara langsung maupun tidak langsung (dengan manusia) jika jasmani dan jiwanya tidak mampu dan tidak berfungsi secara baik. Namun dalam aplikasi didunia Tuhan memberikan kebebasan yang seadil-adilnya kepada manusia yang penting tidak keluar dari koridor norma agama, sebagai mana yang di sampaikan dalam hadist Rasulullah SAW “Antum a’lamu biumuuriddunyaakum” ( kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian)’. Hukum olahraga menurut Islam adalah mubah, boleh dikerjakan dan boleh tidak dikerjakan. Namun apabila melihat dali usul fiqih yang menyatakan bahwa:” Artinya setiap segala sesuatu yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu itu, maka melaksanakan itu menjadi wajib”.
Umat Islam disyari’atkan (diperintahkan) untuk membangun jasmani yakni, menjaga kesehatan, kekuatan, keindahan, keterampilan jasmani. Seandainya semua itu tidak bisa dibangun kecuali melalui olahraga, maka dengan dalil usul fiqh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hukum olahraga menjadi wajib.
Dengan berpegang teguh kepada wahyu, hadist dan keterangan ilmu pengetahuan, penulis berkenyakinan bahwa olahraga hukunya wajib bagi manusia terlebih bagi umat Islam, karena olahraga merupakan aplikasi syukur manusia terhadap kesehatan yang di berikan Tuhan kepadanya. Jika kita tidak berolahraga berarti kita kufur dengan ni’mat kesehatan.
C. ONTOLOGI OLAGRAGA
Filsafat olahraga, sama halnya dengan filsafat pada umumnya, berusaha untuk memahami hakikat, mempersoalkan isu olahraga secara kritis, guna memperoleh pengetahuan yang hakiki, meskipun kebenaran dalam kontek pengetahuan bersifat tentatif. Dalam bidang keolahragaan, ada beberapa konsep yang memerlukan pengkajian dan pemahaman secara mendalam. Konsep itu sendiri adalah "mental image," sebuah abstraksi dari fenomena yang tampak dari persepsi terhadap fakta yang dapat ditangkap melalui indra. Di dalam konsep itu ada makna tertentu, dan perbedaan makna terjadi karena setiap orang memperoleh persepsi yang berbeda-beda mengenai objek yang diamatinya. Beberapa istilah sebagai konsep dasar dalam bidang keolahragaan, jugs mengalami penafsiran yang beragam. Konsep dasar itu di antaranya meliputi bermain (play), pendidikan jasmani (physical education), olahraga (sport), rekreasi (recreation), tari lebih mendalam. Dengan demikian, meskipun uraian di sini belum tuntas, paling tidak ada persamaan pandangan di antara para pelaku, pembuat kebijakan, dan/atau para insan olahraga.
Manusia mencerminkan ciri sebuah sistem yang amat sempurna, terutama ditinjau dari aspek fisik-fisiologis. Namun is lahir tanpa daya sehingga memerlukan pengasuhan dan pendidikan, termasuk pemberian kesempatan yang banyak untuk belajar dari lingkungan sekitarnya. Bagaimana proses individu kontak dengan dunia luar, dunia empirik nyata, berlangsung melalui penginderaan, seleksi dan respons terhadap stimulus yang sedemikian banyaknya yang kemudian dinyatakan dalam bentuk perilaku-gerak.
Perilaku gerak yang tampak berlangsung dalam hubungan koordinasi yang amat kompleks, cepat dan halus dari fungsi neuro-fisiologis-anatomis itu melumat dengan fungsi psikologis dalam hubungan fungsional yang amat teratur. Ditilik dari ciri-ciri biologis, manusia merupakan mahluk yang mampu memperbaharu energi dan melaksanakan daur ulang, mengatur diri sendiri, dan berkemampuan untuk beradaptasi, serta mempertahankan keseimbangan atau homeostasis sebagai kata kunci sehngga manusia mampu mempertahankan hidupnya. Ternyata gerak yang tampak itu merupakan hasil kerja keseluruhan sistem yang sinkron dan menyatu antara jiwa dan badan (body and mind), Hyland (1985), tubuh, jiwa, akal, hati yang membentuk satuan individu sebagai pribadi. Unsur fisik-biologis, biokimia, impuls saraf-elektronik menyatu dengan unsur mental dan ruhaniah, Rusli Lutan (2001:29).
Amat banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang nenunjukkan kaitan timbal balik antara aspek emosi dan kelangsungan kerja faal tubuh, seperti sistem peredaran darah atau sistem pernafasan. Frekuensi denyut nadi misalnya, yang meningkat cepat tatkala seseorang mengalami kondisi siaga (arousal) yang memuncak, yang selanjutnya dapat membangkitkan ketegangan otot dan menurunkan mutu koordinasi gerak.
Fenomena yang paling konkret sebagai objek formal ilmu keolahragaan adalah gerak-laku manusia dalam bentuk gerak insani, terutama keterampilan gerak yang dapat dikuasai melalui proses belajar. Gerak insani yang juga mencerminkan puncak kreativitas manusia itu, dilakukan secara sadar dan mempunyai ber¬tujuan jelas. Manusia menggerakkan dirinya secara sadar melalui peng¬alaman fisiknya sebagai medium untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks pendidikan, khususnya pendidikan jasmani, gerak insani inilah yang menjadi medan pergaulan yang bersifat mendidik antara peserta didik sebagai aktor, atau pelaku, dan pendidik sebagai ,auctor, atau pengarah, sekaligus fasilitator, meminjam istilah yang diperkenalkan oleh Prof Klaas Rijsdorp (Rusli Lutan:2001). Realisasi keterampilan gerak itu tidak dapat dicabik dan dipisahkan dari tata latar lingkungannya, sehingga keterampilan gerak itu terbentuk dalam aneka bentuk respons dan transaksi antara individu clan lingkungan sosial-budaya yang membentuk penghayatan penuh makna di antara kedua pihak. Gerak insani yang menjadi objek formal ilmu keolahragaan merupakan fenomena yang kompleks, mencakup dimensi sosio-psiko-bio¬kultural sebagai akibat aneka aktivitas jasmani yang diperagakan individu atau dalam suasana berkelompok itu digelar di tengah kehidupan bermasyarakat, dalam sistem kehidupan yang riil, yang terkontrol oleh tradisi, nilai dan norma, di samping terikat langsung oleh keterbatasan kapasitas kemampuan biologik itu sendiri. Ungkapan gerak insani itu merupakan perilaku gerak manusia yang universal, tanpa memandang latar belakang agama, budaya, suku bangsa atau ras. Namun, dalam pelaksanaannya, kegiatan yang berintikan gerak keterampilan jasmaniah dan berporos pada sifat-sifat permainan itu, tetap bertumpu pada etika clan kesadaran moral, karena olahraga bukanlah ungkapan naluri yang rendah atau nafsu kekerasan, tetapi merupakan ekspresi sifat¬sifat manusia yang kreatif dan indah yang kemudian bermuara pada kehidupan yang manusiawi dalam pengertian sejahtera paripurna, bukan sehat jasmaniah semata, tetapi melingkup kesehatan aspek mental, emosional, sosial dan spiritual. Dengan demikian, jelaslah bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai dalam pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga adalah tercapainya kesejahteraan paripurna yang terintegrasi dalam masyarakat madani (civil society).
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DALAM SUDUT KONTEMPORER
Persamaan. Olahraga dan agama masing-masing mempunyai stuktur organisasi mulai dari tingkat dunia, nasional, daerah sampai ke tingkat daerah yang paling bawah. Dalam organisasi tersebut memuat berbagai aturan baik secara umum maupun secara khusus yang harus diberlakukan pada setiap orang yang ikut terlibat di dalamnya. Tujuan pemberlakuan aturan untuk memberikan jaminan terciptanya keharmonisan, keadilan, keamanan, dan kelancaran manusia dalam menjalani aktivitas hidup dan kehidupannya di dunia.
Perbedaan. Untuk melihat perbedaan olahraga dan agama bisa ditinjau dari aspek sumber aturan, dan tujuan. Dalam olahraga yang menjadi sumber aturannya adalah semata-mata merupakan hasil karya cipta manusia, artinya peraturan dibuat oleh induk organisasi olahraga semata yang di dalamnya memuat aturan-aturan yang berkenaan dengan hubungan antar manusia, dan dari waktu ke waktu mengalami perubahan disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman . Sedangkan agama sumber aturannya dari Alkitab, yang merupakan wahyu langsung dari Allah melalui malaikat Jibril. Bagi masyarakat muslim aturan itu disebut Syari’at yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai penjabaran dan penjelasan Al-Qur’an. “Syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah landasan pokoknya, landasan itu bersifat kokoh, fleksibel, terbuka berbagai kemungkinan untuk dapat mengantisipasi perkembangan zaman, namun tetap landasan pokok itu tidak harus goyah dan tidak akan goyah.” (Asyafah, 1990:3)
Dari aspek tujuan; kegiatan olahraga dengan seperangkat aturan yang diberlakukan setiap orang akan mejadi kompetitor bagi orang lain yang sama-sama berperan sebagai pelaku, sehingga tumbuh persaingan untuk saling mengalahkan dan menjatuhkan dan pada akhirnya akan muncul seorang pemenang atau juara. Sedangkan tujuan agama dengan pemberlakuan syariat Islam kepada umatnya untuk seimbang, selaras, harmonis, dan ajeg. Umat Islam harus mencari kehidupan akhirat yang baik tapi jangan melupakan dunia, umat Islam disuruh memperhatikan rohani, jangan melupakan jasmani. Memang demikian syari’at Islam mengarahkan keseimbangan (QS, Al-hijr:19, Ar-Rahmaan:7) dan manusia tak boleh melanggarnya (QS, Ar-Rahmaan:8), kalau dilanggar akan terjadi ketidak harmonisan atau krisis.
E. KETERPADUAN OLAHRAGA DAN AGAMA
Seandainya kita tinjau, bagaimana implementasi dalam kehipan sehari-hari dilapangan keterkaitan antara olahraga dan agama? Umat Islam disyari’atkan (diperintahkan) oleh Allah, segala aktivitas atau kegiatan apapun yang sifatnya bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain, jika ingin bernilai ibadah dan mendapat ridhoNya, maka pada saat akan memulai atau mengakhiri kegiatan harus diawali dan diakhiri dengan do’a. Begitu pula dalam aktivitas olahraga sebelum memulai diawali dengan do’a dan setelah selesai olahraga diakhiri dengan do’a. Dengan demikian walaupun aktivitas olahraga yang sifatnya kegiatan duniawi semata, tetapi memiliki nilai ibadah di sisi Allah. Karena Islam tidak mengajarkan kepada umatnya adanya dikotomi kepentingan antara dunia dan akhirat, selama semua aktivitas tersebut diniatkan untuk beribadah.
Sebaliknya ada aktivitas ibadah ritual yang dilakukan umat Islam yang mengandung unsur-unsur aktivitas olahraga. Seperti aktivitas shalat wajib yang lima waktu, maupun shalat sunat yang jumlahnya lebih banyak. Kemudian aktivitas ibadah haji, sebagian rukunnya ada aktivitas olahraganya seperti Sa’i yaitu lari-lari kecil mengelilingi Ka’bah, Tawaf yaitu lari-lari antara bukit Sofwa dan Marwah, melempar batu kecil ke Jumrotul Akobah. Kesimpulannya tidak ada pertentangan antara olahraga dan agama malah sebaliknya saling mengisi dan mendukung pada masing-masing aktivitas yang berbeda.
DAFTARPUSTAKA
Freeman, William Hardin. 2001. Physical Education and Sport in Changing Society. Needham Heights: A Pearson Education Company.
Guest, Andrew M. 2007. Thinking Both Critically and Positevely about Development ahrough Sport. An Article. Available On Line at http://www.sportanddev.org/en/articles.
Huizinga, Johan. 1950. Homo Ludens: A Study of The Element in Culture. Boston: The Beacon Press.
Hyland, Drew A. 1990. Philosophy of Sport. New York: Paragon House.
Kneller, George F. 1971. Introduction of Philosphy of Education. New York: John Willey & Sons Inc.
Morgan, William J. and Meir, Klaus V. 1995. Philosophic Inquiry in Sport. Champaign: Human Kinetics.
Poedjiadi, Anna. (2001). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Penerbit Yayasan Cendrawasih, Bandung.
Rusli Lutan. (2001). Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Jendral Olahraga: Departemen Pendidikan Indonesia.
Rusli Lutan. (2002). Masalah, Tantangan dan Arah Pembangunan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Direktorat Jendral Olahraga: Departemen Pendidikan Indonesia.
Sadulloh, Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Tedjasaputra, Mayke S. 2003. Bermain, Mainan, dan Permainan dalam Pendidikan Usia Dini. Jakarta. PT. Grasindo.
oleh : Agus Fitriana, S,Pd.
http://www.alazhar-kembangan.sch.id/index.php/pojok-sd/karya-guru/142-eksistensi-nilai-olahraga-dalam-perspektif-islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar